Minggu, 22 Mei 2011

Mereka tidak bisa menafikan bahwa tanpa orang Islam mereka tidak mengenal budaya Yunani. Ini satu yang ditutuptutupi. Fakta bahwa mereka menerjemahkan dari bahasa Arab itu ditutupi. Mereka mengklaim ada terjemahan dariYunani ke Latin. Itu ada, tapi tidak sebanyak terjemahan dari bahasa Yunani ke Arab, karena saat itu bahasa Yunanisudah dialihbahasakan ke bahasa Syiriac.
Para orientalis membuat sebuah teori bahwa peradaban Barat banyak dipengaruhi oleh Yunani. Yunani sendiri ituBarat, karena berada di Barat. Orang Barat ingin menunjukkan kehebatan mereka. Menurut mereka Islam adalahbagian dari peradaban Barat karena prose Helenisme itu.
Padahal, Islam itu peradaban yang bersumber dari AlQur’an dan Hadis yang kemudian menjelma jadi ilmu dan
diambil oleh Barat. Seperti trasisi ilmu hadis itu tidak kaitannya dengan helenisme. Dia punya tradisi sendiri. Orang
Barat ingin mengkaitkaitkan itu. Misalnya, mereka mengklaim filsafat dari Yunani, ilmu Kalam dari Yunani, Fiqh dari
Yunani. Ini mereka mengangagap superioritas.
Begitu juga ketika orang India kalau menyusun sejarah akan menyebut Barat dari peradaban India. Karena itu
seharusnya ketika orang Islam menyusun sejarahnya harus menyatakan, sumber peradaban Persia, India, Mesir dan
Barat dari Islam. Ini karena kemajuan Barat dihasilkan oleh peradaban Islam. Tapi, orang Barat tidak mengakui itu.
Apakah ketika para ilmuan Muslim menerjemahkan karyakarya pemikir Yunani ke dalam bahasa arab juga terjadi
Islamisasi?
Itu bisa saja terjadi. Misalnya soal astronomi. Astronomi oleh ilmuan Muslim tidak sekadar melihat bidangbidang,
tapi terkait dengan ilmu Falak. Lalu sains teknologi dalam Islam digunakan untuk kemakmuran, bukan untuk
eksploitasi besarbesaran seperti yang terjadi di Barat. Kemajuan peradaban Barat yang sekular itu tidak bisa
menghasilkan kemakmuran dunia, tapi melahirkan ketimpangan. Teknologi timpang, ekonomi timpang, pendidikan
mereka menjadikan orangorang tidak bermoral. Berbeda dengan Islam. Kita mengembangkan teknologi untuk
kemakmuran masyarakat. Bertahuntahun itu orang Spanyol menikamti kemajuan perabadan Islam.
Demikian pula di India, Mesir dan Persia. Di Spanyol itu ada Islam dan Kristen berdampingan ketika Islam berkuasa di
sana. Tidak peperangan di sana atas nama agama di sana. Tapi sekarang lihat. di dalam Kristen sendiri terjadi
peperangan. Apalagi Kristen dengan Islam sampai terjadi perang Salib. Itulah bedanya peradaban yang merahmati
dengan peradaban yang memberi petaka.
Mereka menyatakan ilmu itu netral alias bebas nilai. Tapi kenapa mereka takut dengan kemajun ilmuilmu Islam.
Apakah ketakutan itu karena khilafah?
Begini, peradaban itu bermula dari kekuasaan. Itu yang mereka takutkan. Orang Islam dapat membangun peradaban
kalau punya kekuasaan. Asumsi itu bisa betul. Karena kalau pemerintahan politik tidak stabil dan ekonomi
www.Epajak.org
Page 3 of 5
dihancurkan, maka ilmu itu tidak jalan. Kalau mau jalan, politik harus dikuatkan, ekonomi dikuatkan, maka ilmu
pengetahuan mesti berkembang. Tapi, orang Barat tidak mau.
Melihat fakta di atas artinya perlu pelurusan sejarah?
Kita perlu meluruskan sejarah. Itu lebih obyektif dan faktual dibanding apa yang ditutuptutupi orang Barat.
Langkahnya seperti apa? Pasalnya banyak buku sejarah Islam dan lainnya sudah mereka tulis dengan versi mereka.
Yang paling real adalah menyusun sejarah peradaban Islam yang di dalamnya kajian faktafakta kemajuan Islam
dimasukkan. Selain itu, buku sejarah Barat mestinya juga ditulis oleh orang Islam.
Belum ada yang melakukan hal itu?
Belum ada. Yang sudah menulis itu Prof. Ackparsalan, tapi bukunya belum diterbitkan. Dia membuat dan melacak
sejarah Barat itu sejatinya dari mana, dan ia membuatnya dengan framework Islam.
Ribuan perguruan tingggi Islam belum ada yang menempuh langkah itu? Sebut saja misalnya AlAzhar tidak ada
kepentingan untuk itu?
Bukan tidak ada kepentingan, tapi tidak ada ilmu untuk itu. Dan ilmu butuh kesadaran dan ilmu tersendiri. Selain itu,saintis Muslim yang komitmen dengan Islamic science itu jarang. Ini karena dari sisi frameworknya terpengaruh olehorientalis. Susahnya perkembangan sains Islam di situ.
Di tengah harapan agar peradaban Islam hadir kembali ke puncak, di sisi lain Islamic Studies di kampuskampus
seperti UIN, IAIN, STAIN dan semacamnya justru mengalami penurunan peminat. Fakultas keIslaman tak layak jual
lagi. Ini bagaimana?
Ini pengaruh dari sistem pendidikan yang sekularistik dan dualistik itu. Pendidikan hanya dilihat sebagai pencapaiankemakmuran material. Makanya, kajian agama yang dianggap tidak ada dampak materialnya ditinggalkan. Mestinyaorang yang belajar di universitas Islam, mau belajar sosiologi, politik, teknologi, komputer, dan sebagainya harus jugabelajar Islam dengan framework Islam. Ini harus dicermati, bahwa kajian ilmu pengetahuan sekuler itu lebih dominan.
Karena itu harus ada rekontruksi fakultas. Kaitannya dengan pengembangan peradaban Islam, maka harus dimulai
dari konsep ilmu dan agama. Kita perlu mengkombinasikan ilmuilmu tradisional Islam dengan ilmuilmu modern.
Siapapun yang belajar ilmu modern harus belajar ilmuilmu tradisional secara mendasar, dan tidak harus seperti
ulama. Orang yang belajar fisika harus eblajar ilmu Kalam, orang yang belajar ekonomi, harus belajar Syari’ah. Orang
yang belajar hukum harus menguasai hukumhukum syari’ah. Yang terjadi saat ini sarjana hukum UIN, Gajah Mada,
dan di universitas Muhammadiyah itu sama saja.
www.Epajak.org
Page 4 of 5
Bukankah saat ini beberapa UIN atau IAIN ingin melakukan integrasi keilmuan?
Integrasi yang ditempuh mereka itu mendekatkan atau memasukkan konsepkonsep dan ilmuilmu asing sebagai
metodologi memahami Islam. Kemudian produk yang muncul tentu tidak kompatibel dengan Islam. Kalau
pendekatannya salah, maka hasilnya juga salah.
Sebagaimana diketahui, banyak tuduhan yang menyebutkan UIN/IAIN sebagai sarang pemikiran Barat. Kenapa INSIST
misalnya tidak mendekati untuk meluruskan mereka?
Mereka itu komunitas yang besar. Lalu mereka juga ada semacam self confidence, karena merasa punya otoritas.
Misalnya, kasus di UIN Bandung yang ada mahasiswa mengatakan, ” anjinghu akbar.” Dekannya mengatakan, yang
mengeritik itu siapa. Kami S3 dan tahu masalahnya. Forum Umat Islam (FUI) itu siapa. Jadi mereka ada arogansi. Kalau
INSIST melakukan hal itu, kasusnya seperti FUI.
Mereka tidak begitu saja menerima kritik dan masukan kita. Yang kita kerjakan saat ini adalah menawarkan kepada
perguruan tinggi yang bisa diajak kerjasama sehingga jelas apa yang kita hasilkan. Apa yang dilakukan UIN/IAIN sendiri
tidak jelas. Masalah lain, mereka mendukung sekularisme, kita menentang. (dina)

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda